Akhlak Tasawuf : PERSAMAAN DAN PERBEDAAN AKHLAK, ETIKA, MORAL DAN SUSILA

on Jumat, 22 Agustus 2014
BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Sejarah Agama menunjukkan bahwa kebahagiaan yang ingin dicapai dengan menjalankan Syari’ah agama itu hanya dapat terlaksana dengan adanya akhlak yang baik. Kepercayaan yang hanya berbentuk pengetahuan tentang keesaan Tuhan, ibadah yang dilakukan hanya sebagai formalitas belaka, semua bukanlah merupakan jaminan untuk tercapainya kebahagiaan tersebut.
Timbulnya kesadaran akhlak dan pendirian manusia terhadapnya adalah pangkalan yang menentukan corak hidup manusia. Etika, moral dan susila adalah pola tindakan yang didasarkan nilai mutlak kebaikan.
Dalam makalah ini kami akan mencoba menguraikan secara jelas hubungan antara Etika, Moral dan Susila, serta pengertian baik buruk dan penentuannya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian dari Etika, Moral, dan Susila ?
2.      Apa Persamaan dan Perbedaan Akhlak dengan Etika, Moral, dan Susila?
3.      Apa Hubungan antara Akhlak dengan Etika, Moral, dan Susila?
C.    Tujuan Masalah
1.      Mengetahui Pengertian dari Etika, Moral, dan Susila ?
2.      Mengetahui Persamaan dan Perbedaan Akhlak dengan Etika, Moral, dan Susila?
3.      Mengetahui Hubungan antara Akhlak dengan Etika, Moral, dan Susila?


BAB II
PEMBAHASAN

1.      PENGERTIAN AKHLAK, ETIKA, MORAL DAN SUSILA
A.    Akhlak
Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatuperbuatan yang baik. Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat.
Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.
Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja. Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat. Apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah pencerminan dari akhlak.
Akhlak dibagi menjadi dua yaitu akhlak baik dan akhlak buruk.
a)      Akhlak Baik (Al-Hamidah)
1. Jujur (Ash-Shidqu)
2. Berprilaku baik (Husnul Khuluqi)
3. Malu (Al-Haya')
4. Rendah hati (At-Tawadlu')
5. Murah hati (Al-Hilmu)
6. Sabar (Ash-Shobr)

b)      Akhlak Buruk (Adz-Dzamimah)

1. Mencuri/mengambil bukan haknya
2. Iri hati
3. Membicarakan kejelekan orang lain (bergosip)
4. Membunuh
5. Segala bentuk tindakan yang tercela dan merugikan orang lain ( mahluk lain)[1]

B.     Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata 'etika' yaitu ethossedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukanatau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Biasanya bila kita  mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata  'etika'   yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 - mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : "ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)". Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 - mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
     1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban            moral (akhlak);
     2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
     3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama  hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau kita misalnya sedang membaca sebuah kalimat di berita surat kabar "Dalam dunia bisnis etika merosot terus" maka kata ‘etika’ di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tersebut tidak cocok karena maksud dari kata ‘etika’ dalam kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu melainkan‘nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat’. Jadi arti kata ‘etika’ dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap.
K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut :
     1. Nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika             agama Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.
     2. Kumpulan asas atau nilai moral.
Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik
     3. Ilmu tentang yang baik atau buruk.     
Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan  nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral.[2]
C.    Moral
Kata Moral berasal dari kata latin “mos” yang berarti kebiasaan. Moral berasal dari Bahasa Latin yaitu Moralitas adalah istilah manusiamenyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia.
Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan prosessosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara hati, serta nasihat, dll.
Menurut Immanuel Kant, moralitas adalah hal kenyakinan dan sikap batin dan bukan hal sekedar penyesuaian dengan aturan dari luar, entah itu aturan hukum negara, agama atau adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan bahwa, kriteria mutu moral seseorang adalah hal kesetiaannya pada hatinya sendiri.Moralitas adalah pelaksanaan kewajiban karena hormat terhadap hukum, sedangkan hukum itu sendiri tertulis dalam hati manusia. Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa yang dalam hati disadari sebagai kewajiban mutlak.
Adapun pengertian moral dalam kamus filsafat dapat dijabarkan sebagai berikut:
a)      Menyangkut kegiatan-kegiatan yang dipandang baik atau buruk, benar atau salah, tepat atau tidak tepat.
b)      Sesuai dengan kaidah-kaidah yang diterima, menyangkut apa yang dianggap benar, baik, adil dan pantas.
c)      Memiliki:
·         Kemampuan untuk diarahkan oleh (dipengaruhi oleh) keinsyafan benar atau salah.
·         Kemampuan untuk mengarahkan (mempengaruhi) orang lain sesuai dengan kaidah-kaidah perilaku nilai benar dan salah.
d)     Menyangkut cara seseorang bertingkah laku dalam berhubungan dengan orang lain.[3]


D.    Susila
Susila atau kesusilaan berasal dari kata susila yang mendapat awalan ke dan akhiran an. Kata tersebut berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu Su dan Sila. Su berarti baik, bagus dan Sila berarti dasar, prinsip, peraturan hidup atau norma.
            Kata Susila selanjutnya digunakan untuk arti sebagai aturan hidup yang lebih baik. Orang yang susila adalah orang yang berkelakuan baik, sedangkan orang yang a susila adalah orang yang berkelakuan buruk. Pada pelaku Zina (pelacur) misalnya sering diberi gelar sebagai Tuna Susila.
            Selanjutnya kata susila dapat pula berarti sopan, beradab, baik budi bahasanya. Dan kesusilaan sama dengan kesopanan. Dengan demikian kesusilaan lebih mengacu kepada upaya membimbing, memandu, mengarahkan, membiasakan dan memasyarakatkan hidup yang sesuai dengan norma atau nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Kesusilaan menggambarkan keadaan dimana orang selalu menerapkan nilai-nilai yang dipandang baik.
            Sama halnya dengan moral, pedoman untuk membimbing orang agar berjalan dengan baik juga berdasarkan pada nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat dan mengacu kepada sesuatu yang dipandang baik oleh masyarakat.[4]

2.                  PERSAMAAN ANTARA AKHLAK, ETIKA, MORAL, DAN SUSILA.
Akhlaq, Etika, Moral , dan Susila secara konseptual memiliki makna yang berbeda, namun pada aras praktis, memiliki prinsip-prinsip yang sama, yakni sama-sama berkaitan dengan nilai perbuatan manusia. Seseorang yang sering kali berkelakuan baik kita sebut sebagai orang yan berakhlaq, beretika, bermoral, dan sekaligus orang yang mengerti susila. Sebaliknya, orang yang perilakunnya buruk di sebut orang yang tidak berakhlaq, tidak bermoral, tidak tahu etika atau orang yang tidak berasusila. Konotasi baik dan buruk dalam hal ini sangat bergantung pada sifat positif atau negative dari suatu perbuatan manusia sebagai makhluk individual dalam komunitas sosialnya.
Dalam perspektif agama, perbuatan manusia didunia ini hanya ada dua pilihan yaitu baik dan benar. Jalan yang di tempuh manusia adalah jalan lurus yang sesuai dengan petunjuk ajaran agama dan keyakinannya, atau sebaliknya, yakni jalan menyimpang atau jalan setan, kebenaran atau kesesatan. Itu sebuah logika binner yang tidak pernah bertemu dan tidak pernah ada kompromi. Artinya, tidak boleh ada jalan ketiga sebagai jalan tengah antara keduanya. Keempat istilah tersebut sama-sama mengacu pada perbuatan manusia yang selanjutnya ia diberikan kebebasan untuk menentukan apakah mau memilih jalan yang berniai baik atau buruk, benara atau salah berdasarkan kepeutusannya. Tentu saja, masing-masing pilihan mempunyai konsekuensi berbeda.
Ditinjau dari aspek pembentukan karakter, keempat istilah itu merupakan suatu proses yang tidak pernah ada kata berhenti di dalamnya. Proses itu harus terus-menerus di dorong untuk terus menginspirasi terwujudnya manusia –manusia yang memiliki karakter yang baik dan mulia, yang kemudian terefleksikan ke dalam bentuk perilaku pada tataran fakta empiric di lapangan sosial dimana manusia tinggal. Kesadaran terhadap arah yang positif ini menjadi penting ditanamkan, agar supaya tugas manusia sebagai khalifatullah fi al-ardi menjadi kenyataan sesuai titah Allah swt. Bukankah Allah telah membekali manusia berupa sebuah potensi fitri, jika manusia mampu memeliharanya, maka ia akan mencapai drajad yang lebih mulia dari pada malaikat. Sebaliknya, jika tidak mampu, maka ia akan jatuh ke posisi drajad binatang  dan bahkan lebih sesat lagi. Inilah di antara argumentasinya, bahwa betapa perilaku manusia itu harus senatiasa dibina, di bombing, di arahkan bahkan harus di control melalui regulasi-regulasi, agar supaya manusia selalu berada di jalan yang benar dan lurus. Untuk mewujudkan cita-cita luhur itu, memang dibutuhkan suatu proses yang panjang sekaligus dengan cost yang tidak sedikit.

3.                  PERBEDAAN ANTARA AKHLAK DENGAN ETIKA, MORAL, DAN SUSILA.
Berdasarkan paparan di atas, maka secara formal perbedaan keempat istilah tersebut adalah antara lain sebagai berikut:
1)      Etika bertolak ukur pada akal pikiran atau rasio.
2)      Moral tolak ukurnya adalah norma-norma yang berlaku pada masyarakat.
3)      Etika bersifat pemikiran filosofis yang berada pada tataran konsep atau teoritis.
4)      Pada aras aplikatif, etika bersifat lokalitas dan temporer sesuai consensus, dengan demikian dia disebut etiket (etiqqueta), etika praksis, atau dikenal juga dengan adab/tatakrama/tatasusila.
5)      Moral berada pada dataran realitas praktis dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang dalam masyarakat.
6)      Etika di pakai untuk pengkajian system nilai yang ada.
7)      Moral yang di ungkapkan dengan istilah moralitas di pakai untuk menilai suatu perbuatan.
8)      Akhlaq berada pada tataran aplikatif dari suatu tindakan manusia dan bersifat umum, namun lebih mengacu pada barometer ajaran agama. Jadi, etika islam (termasuk salah satu dari berbagai etika relegius yang ada) itu tidak lain adalah akhlaq itu sendiri.
9)      Susila adalah prinsip-prinsip yang menjadi landasan berpijak masyarakat, baik dalam tindakan maupun dalam tata cara berpikir, berdasarkan kearifan-kearifan local.
10)  Akhlaq juga berada pada level spontanitas-spesifik, karena kebiasaan individual/ komunitas yang dapat disebut dengan “Adab” , seperti adab encari ilmu, adab pergaulan keluarga dan lain-lain.[5]  

4.      HUBUNGAN ETIKA, MORAL DAN SUSILA, DENGAN AKHLAK
Dilihat dari fungsi dan perannya, secara substansial dapat dikatakan bahwa etika, moral, susila dan akhlak adalah identik, yaitu sama-sama mengacu kepada manusia baik dari aspek perilaku ataupun pemikiran khususnya pada penentuan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik-buruknya. Kesemua istilah tersebut sama-sama menghendaki terciptanya keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman, damai dantenteram sehingga sejahtera batiniah dan lahiriah. Peranan Etika, Moral, Susila, dan Akhlak sangat penting bagi pembentukan karakter individu maupun masyarakat.
Perbedaan antara etika, moral dan susila dengan akhlak adalah terletak pada sumber yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Jika pada etika penilaian baik buruk berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral dan susila berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum dimasyarakat, maka pada akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik dan buruk itu adalahal-qur’an dan al-hadis.
Perbedaan lain antara etika, moral dan susila terlihat pada sifat dan kawasan pembahasannya. Jika etika lebih banyak bersifat teoritis, maka moral dan susila lebih banyak bersifat praktis. Etika memandang tingkah laku manusia secara umum, sedangkan moral dan susila bersifat lokal dan individual. Etika menjelaskan ukuran baik-buruk, sedangkan moral dan susila menyatakan ukuran tersebut dalam bentuk perbuatan.
Namun demikian etika, moral, susila dan akhlak tetap saling berhubungan dan membutuhkan. Uraian diatas menunjukkanengan jelas bahwa etika, moral dan susila berasal dari produk rasio dan budaya masyarakat yang secara selektif diakui sebagai yang bermanfaat dan baik bagi kelangsungan hidup manusia. Sementara akhlak berasal dari wahyu, yakni ketentuan yang berasal petunjuk al-qur’an dan hadis. Dengan kata lain, jika etika, moral dan susila berasal dari manusia, sedangkan akhlak dari Tuhan.
Dengan demikian keberadaan etika, moral dan susila sangat dibutuhkan dalam rangka menjabarkan dan mengoperasionalisasikan ketentuan akhlak yang berada di dalam agama khususnya pada Al-Qur’an dan Al-Hadits. Disinlah letak peranan dari etika, moral dan susila terhadap akhlak. Pada sisi lain akhlak juga berperan untuk memberikan batasan-batasan umum dan universal, agar apa yang dijabarkan dalam etika, moral dan susila tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang luhur dan tidak membawa manusia menjadi sesat (tetap pada koridor humanis).


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Akhlak bertujuan hendak menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna dan membedakan dengan makhluk makhluk yang lain. Etika dan moral memiliki perbedaan, yaitu: kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam pembicaran moral tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma yang berkembang dan berfungsi di masyarakat. Dengan demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam dataran konsep-konsep. Kesadaran moral dapat juga berwujud rasional dan obyektif, yaitu suatu perbuatan yang secara umum dapat diterima oleh masyarakat. Etika, moral, susila dan akhlak sama, yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik buruknya. Kesemua istilah tersebut sama sama menghendaki terciptanya keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman, damai, dan tentram sehingga sejahtera batiniah dan lahiriahnya.


      
 


DAFTAR PUSTAKA

Jabbar. 2013. Etika Sebagai Tinjauan. http://jabbarspace.blogspot.com/2013/10/etika-sebagai-tinjauan.html. (diakses 15 Maret 2014)
Loudy. 2011. Pengertian Moral. http://loudy92.wordpress.com/2011/03/12/pengertian-moral/. (diakses 15 Maret 2014)
Wardani, Oktavia. 2010. Etika, Moral dan Susila. http://oktaviawardani.blogspot.com/2013/05/etika-moral-dan-susila.html. (diakses 15 Maret 2014)
Tim Penyusun MKD UINSA Surabaya. 2013. AKHLAK TASAWUF. Surabaya: UINSA Press.
Wikipedia Bahasa Indonesia. 2014. AKHLAK. http://id.wikipedia.org/wiki/Akhlak. (diakses 15 Maret 2014)



[1] Wikipedia Bahasa Indonesia, “Akhlak”, Wikipedia, diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Akhlak, pada tanggal 15 Maret 2014 pukul 15.26.
[2] Jabbar, “Etika Sebagai Tinjauan”, Ruang Kecil, diakses dari http://jabbarspace.blogspot.com/2013/10/etika-sebagai-tinjauan.html, pada tanggal 15 Maret pukul 15.28.
[3] Loudy, “Pengertian Moral”, Sumber Informasi Untuk Kita, diakses dari http://loudy92.wordpress.com/2011/03/12/pengertian-moral/, pada tanggal 15 Maret 2014 pukul 15.32.
[4] Oktavia Wardani, “Etika, Moral dan Susila”, OkthaRhaveniaChryil, diakses dari http://oktaviawardani.blogspot.com/2013/05/etika-moral-dan-susila.html, pada tanggal 15 Maret 2014 pukul 15.35.
[5] Tim Penyusun MKD UINSA Surabaya, Akhlak Tasawuf  (Surabaya: UINSA Press, 2013) h.65-67

6 komentar:

Unknown mengatakan...

Makasi mbak thifa, blognya membantu tugas kuliah saya 😁

Agam Randi WisnoTumangger mengatakan...

TERIMAKASIH GAN, Sangat membantu saya

Unknown mengatakan...

saya sangat setuju banget adanya aplikasi vtube. krn utk bersama

Unknown mengatakan...

Iya sama² kak

Unknown mengatakan...

Iya sama² kak

Anonim mengatakan...

Maaf saya ingin bertanya.
Tadi ad di jelaskan kalau Pada sisi lain akhlak juga berperan untuk memberikan batas-batas umum dan universal, agar apa yang dijabarkan dalam etika, moral, dan susila tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang luhur dan tidak membawa manusia menjadi sesat. Nah, apa saja batas-batas umum tersebut dan bagaimana contohnya dalam kehidupan sehari-hari??

Terima kasih

Posting Komentar