BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sudah lima belas abad, Islam sebagai ajaran telah diturunkan ke muka
bumi. Ajaranya tersebar luas, menerobos ruang dan waktu dari tanah kelahirannya
di Timur-Tengah hingga kedataran Asia, Eropa, Afrika dan Amerika, sesuai dengan
prinsip Islam sebagai agama yang kontekstual, mampu bertahan dan berkembang
pesat dengan warna partikularitas dan universalitas. Islam mampu mengakomodasi
lokalitas dan partikuralitas. Islam memang turun dan disempurnakan di tanah
kelahirannya, keterbukaan Islam telah memberikan ruang untuk terus
mengakomodasi kemoderenan dan keglobalan.
Mazhab
atau dalam bentuk jamaknya mazahib adalah suatu nama untuk para ulama mujtahid
yang mempelajari kitab Allah (Alquran) dan mengumpulkan hadist-hadist nabi yang
mereka ketahui serta mempelajari perkataan dan fatwa para sahabat, kemudian
mereka mengeluarkan hukum-hukum dari semuanya itu, dan kemudian yang tidak
mereka dapatkan dari nash yang shohih, mereka qiyaskan dengan yang sesuai
menurut zaman, tempat dan kejadiannya, baik dengan cara istihsan, masholihul
mursalah atau dengan 'uruf, semua itu dilakukan dengan mempelajarinya dari
dalil-dalil yang ada bukan dengan syahwat dan hawa nafsu.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana kehidupan Imam Abu
Hanifah?
2.
Bagaimana Madzhab Hanafi?
3.
Bagaimana kehidupan Imam Maliki?
4.
Bagaimana Madzhab Maliki?
C. TUJUAN
1.
Untuk mengetahui kehidupan Imam
Abu Hanifah.
2.
Untuk mengetahui Madzhab Hanafi.
3.
Untuk mengetahui kehidupan Imam
Maliki.
4.
Untuk mengetahui Madzhab Maliki.
BAB
II
PEMBAHASAN
I.
MADZHAB HANAFI
Pada suatu hari,
Imam Abu Hanifah bertemu dengan seorang murid sahabat Nabi terkemuka,
asy-Sya’bi.
“Engkau hendak pergi kemana?”, tanya asy-Sya’bi.
“Saya hendak pergi ke pasar”.
“Saya tidak ingin engkau pergi ke pasar, akan tetapi saya
ingin engkau pergi ke ulama”.
“Saya memang jarang sekali pergi belajar ke ulama”.
“Jangan lakukan itu, engkau harus mengkaji ilmu dan
belajar kepada ulama, sebab saya menyaksikan di dalam dirimu suatu kesadaran
(yaqadhah) dan kedinamisan (harakah)”.
Kemudian Imam Abu
Hanifah bergumam di dalam dirinya: “Ucapan asy-Sya’bi sangat menyentuh hatiku,
maka sejak itu aku tidak lagi ke pasar, dan sebaliknya, saya memperdalam ilmu.
Allah SWT telah memberi manfaat kepadaku melalui ucapan asy-Sya’bi.[1]
A.
KEHIDUPAN
IMAM ABU HANIFAH
Abu
Hanifah merupakan imam pertama dari keempat imam dan yang paling
dahulu lahir juga wafatnya, ia mampu memeperoleh kedudukan yang
terhormat dalam masyarakat yang menghimpun factor-faktor positif dan
factor-faktor negative, sehingga tidak heran ia di juluki Imam A’zham (pemimpin
terbesar), ia juga dikenal sebagai fakih irak, dan imam Ar-Ra’y (Imam Aliran
Rasional)
Beliau
dilahirkan di kota Kuffah, pada tahun 80 H (699 M), beliau benama asli Nu’mam
bin Tsabit Bin Zhauth Bin Mah, ayah beliau keturunan bangsa persi ( Kabul
Afganistan) yang menetap di Kuffah, tsabit bapak dari abu hanifah lahir sebagai
seorang muslim dan diriwayatkan dia berasal dari bangsa anbar. Adapula ia mukim
di tirtmidz, ada lagi yang mengatakan ia bermukim di Nisa, bisa jadi ia
bermukim di tiap-tiap kota itu sementara waktu. Ia adaalah seorang pedagang
yang kaya dan taat beragama, sebagai mana ia pernah berttemu dengan ali bin Abi
Thalib, lalu sang imam mendoakan dan keturunananya dengan kebaikan dan
keberkahan.
B.
PENDIDIKAN
IMAM ABU HANIFAH
Pada masa abu hanifah
terdapat empat sahabat, mereka adalah: Anas bin Malik, Abdullah bin Abu Aufa,
Sahl bin Sa’ad dan Abu Thufail, mereka adalah sahabat-sahabta yang paling akhir
wafat, namun abu Hanifah tidak Berguru kepada mereka.
Mengapa
tidak berguru kepada mereka?, mungkin diantara mereka ada yang sudah wafat
sedang abu hanifah masih kecil, seperti Abdullah bin Aufa yang meninggal pada
tahun 87 hijriyah sehinggga umur abu hanifah pada waktu itu baru 7
tahun, dan seperti abu Sahl bin Sa’ad yang wafat tahun 88 atau 91 hijriyah dan
umur Imam Hanafi baru berumur 11 tahun. Sementara Anas bin Malik wafat pada
tahun 90 atau 92 atau 95 hijriyah dank ala itu abu Hanifah berumur 15 tahun dan
belum mulai mencari ilmu, ketika itu beliau masih berdagang.
C.
DASAR-DASAR
MAZHAB IMAM ABU HANIFAH
Mazhab
abu Hanifah adalah gambaran yang hidup dan jelas bagi relevansi Hukum
Islam dengan tuntutan masyarakat, beliau mendasarkan mazhabnya pada :
a) Al-Qur’an:
Alqur’an merupakan sumber pokok huku islam sampai akhir zaman.
b) Hadits: Hadits
merupakan penjelas dari pada Al-Qur’an yang asih bersifat umum.
c) Aqwalus
shahabah (Ucapan Para Sahabat): ucapan para
sahbat menurut Imam hanafi itu sangat penting karena menurut beliau para
sahabat meupakan pembawa ajaran rasul setelah generasinya.
d) Qiyas:
beliau akan menggunakan Qiyas apa bila tidak ditemukan dalam Nash Al-Qur’an,
Hadits, maupun Aqwalus shahabah.
e) Istihsan:
merupakan kelanjutan dari Qiyas. Epnggunaan Ar-Ra’yu lebih menonjol
lagi,istihsan menurut bahasa adalah “menganggap lebih baik”,
menurut ulama Ushul Fiqh Istihsan adalah meninggalkan ketentuan
Qiyas yang jelas Illatnya untuk mengamalkan Qiyas yang bersifat samar.
f) Urf, beliaua
mengambil yang sudah diyakini dan dipercayai dan lari dalam kebutuhan srta
memeperhatikan muamalh manusia dan apa yang mendatangkan maslahat bagi mereka.
Beliau menggunakan segala urusan (bila tidak ditemukan dalam Al-Qur’an
,As-Sunnah dan Ijma’ atau Qiyas ), beliau akan menggunakan Istihsan, jika tidak
bisa digunakan dengan istihsan maka beliau kembalikan kepada Urf manusia.[2]
D. KARYA
BESAR PENINGGALAN IMAM HANAFI
a) Fiqh Akhbar
b) Al ‘Alim Walmutam
c) Musnad Fiqh Akhbar.
II. MADZHAB MALIKI
Diriwayatkan
bahwa ketika Imam Malik hendak menulis kitabnya, ia berpikir tentang nama
kitabnya. Imam Malik bercerita, “Aku tidur dan mimpi bertemu Nabi. Nabi
bersabda kepadaku, “ilmu itu dipersiapkan untuk manusia”. Imam Malik pun memberi nama kitabnya dengan al-Muwatha’ yang berarti dipersiapkan.
Jika Imam Malik hendak mengajar hadis, maka terlebih dahulu masuk kamar, mandi,
memakai harum-haruman, mengenakan baju baru, memakai sorban yang diletakkan di
kepalanya. Setelah itu, Imam Malik keluar dan duduk di mimbar. Ia khusyu’ dan
tidak pindah dari tempat duduknya sebelum menyelesaikan pengajian hadis.[3]
A. RIWAYAT HIDUP IMAM MALIK
Mazhab Maliki didirikan oleh Imam Malik yang bernama
lengkap Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Haris
bin Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris al-Asbahi, lahir di Madinah pada tahun
713 M/93 H dan meninggal pada tahun 796 M/179 H. Imam Malik berasal
dari keluarga Arab terhormat dan berstatus sosial tinggi, baik sebelum
datangnya Islam maupun sesudahnya. Leluhurnya berasal dari Yaman, namun setelah
nenek moyangnya menganut Islam mereka pindah ke Madinah, kakeknya (Abu Amir)
adalah anggota keluarga pertama yang memeluk agama Islam pada tahun ke dua
Hijriah. Kakek beliau sebagai tabiian, banyak meriwayatkan hadis dari
Umar bin Khatob, Usman Bin Afan, Tholkhah bin Ubaidilah, dan Aisyah. Imam malik
tidak pernah meninggalkan Madinah kecuali pada saat pergi Haji ke kota Makkah.
Imam Malik sudah hafal al qur’an sejak usia
yang sangat muda. Belajar dari Robiah ar Ro’yyi ketika masih muda. Berpindah dah
dari ulama satu keulma yang lain. Sampai bertemu dengan Abdurrahman bin
Hurmus, beliau ini seorang tabiin, ahli qiroat, ahli hadis,
meriwayatkan hadis dari abu Huroiroh, Abu Said al Khudori,dan Muawiyah bin Abu
Sofyan.
Kecintaannya kepada ilmu
menjadikan hampir seluruh hidupnya diabdikan dalam dunia pendidikan, tidak
kurang dari empat Khalifah, mulai dari al-Mansur, al-Mahdi, Harun ar-Rasyid dan
al-Makmun pernah menjadi muridnya. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa murid
Imam Malik yang terkenal mencapai 1.300 orang. Ciri pengajaran Imam malik
adalah disiplin, ketentraman dan rasa hormat murid terhadap gurunya.
Imam Malik mengawali pelajarannya
dengan ilmu Riwayat Hadist, mempelajari fatwa para sahabat dan dengan inilah
belai mengembakan mashabnya. Imam Malik berkata dalam Rasyid Hasan Halil.:
Ilmu itu adalah Agamamaka
lihatlah dariman kalian mengambilnya, saya telah bertemu dengan tujuhpuluh
orang yang mengatakan saya mendengar Rosulullah dekat tiang-tiang masjid ini,
tiang masjid Nabawi, tetapi tidak satupun yang saya ambil. Seandanya salah
seorang mereka dimintai menjaga sebuah rumah, pastilah mereka sangat dipercaya,
namun mereka bukan orang yang ahli dalam periwayatan hadist
Saya tidak duduk di kursi fatwa
ini, kecuali sudah mendapat izin dari 70 puluh syeh yang ahli imu dan memang
saya layak untuk itu. Keteka sudah mendapat kepercayaan, kemudian imam Malik
duduk di dalam Masjid Nabawi dan memilih duduk ditempat Umar Bin
Khotob dan tinggal di rumah yang pernah ditempati Abdullah bin Masud. Imam
Malik memiliki dua Majelis: pertama: Majelis Hadis dan Kedua: Majelis Fatwa.
Lamanya beliau tinggal di Madinah
dan ketokohan beliau dalam bidang Agama telah memberi andil dalam
tersebarnya mazhab Maliki. Banyak murid yang datang untuk belajar dari segala
penjuru negeri Islam seperti dari Syam, Irak, Mesir, Afrika Utara, dan
Andalusia. Semua datang berguru, dan dari merekalah Mazhab ini berkembang.
Diantara muridnya adalah Abdullah bin Wahab yang berguru kepada imam Malik
selama 20 tahun dan menyebarkan mazhab Hanafi di Mesir dan Maroko. Dan Muridny
yang menulisMazhab Maliki dan meiwayatkan buku Al Muawato’ Karya
Imam malik terbesar adalah bukunya Al-Muwatha’, yaitu kitab fiqh yang
berdasarkan himpunan hadis hadis pilihan. Kitab ini ditulis pada masa khalifah
al-Mansur (754-775 M) dan selesai di masa khalifah al-Mahdi (775-785 M). Semula
kitab ini memuat 10 ribu hadis namun setelah diteliti ulang, Imam malik hanya
memasukkan 1.720 hadis.
B. PEMIKIRAN HUKUM IMAM MALIK
Imam Malik tidak hanya
meninggalkan warisan buku, tapi juga mewariskan Mazhab fiqhnya di kalangan
sunni yang disebut sebagai mazhab Maliki. Mazhab ini sangat mengutamakan aspek
kemaslahatan dalam menetapkan hukum.
Sumber hukum yang menjadi pedoman
dalam mazhab Maliki adalah:
1. Al Quran, Mmerupakan sumber sariat bagi umat Islam
2. Sunnah Rasulullah, Dalam mengisbat hukum dari sunah mengambil hadis
mutawatir, hadis mashur dizaman tabiin atau tabit’tabiin, dan tidak mengambil
setelah zaman itu.
3. Amalan penduduk Madinah, Imam Malik berpendapat amalan penduduk Madinah
merupakan hujjah, karna hal ini merupakan cermin dari Rosulullah. Untuk
menguwatkan pendapatnya Imam Malik menukil pendapat gurunyaRobiah bin
Abdurrahman, ”Seribu orang meriwayatkan dari seribu yang lain lebih baik dari
pada hanya satu orang”.
4. Fatwa Sahabat: Karena fatwa Sahabat adalah hadis yang haus diamalkan, jika
memang benar perawinya, terutama dari Khulafaurrasyidin.
5. Qiyas ,: Imam Malik menggunakan qioyas dengan makna menurut istilah, yaitu
menggabungkan hukum suatu masalah yang tidak ada nasnya dengan msalah
yang sudah ada nasnnya. Karena ada persamaan dalam Illat-nya.
6. Al mashalih al mursalah; Merupakan kemaslahatan yang tidak ada dalil yang
menolak atau membenarkannya, dengan syarat mengambil demi menghilangkan
kesusahan. al-Maslaha al-Mursal kemaslahatan yang tidak didukung atau dilarang
oleh dalil tertentu.
7. Sadd
adz-dzara’i: sesuatu yang mengakibatkan perbuatan hararam adalah haram,
dan yang dapat membawa yang halal adalah halal.[4]
Daerah-Daerah Yang Menganut Madzhab Maliki
Awal mulanya tersebar di daerah Madinah, kemudian tersebar sampai saat ini di Marokko, Aljazair, Tunisi, Libia, Bahrain, dan Kuwait.[5]
Awal mulanya tersebar di daerah Madinah, kemudian tersebar sampai saat ini di Marokko, Aljazair, Tunisi, Libia, Bahrain, dan Kuwait.[5]
C.
KITAB-KITAB IMAM MALIKI
Karya-karya dari Imam Maliki di antaranya:
1. Kitab Muwaththa, kitab yang termasyhur merupakan kitab yang
mengandung hadist-hadist dan hukum.
2. Kitab Mudawanah Al-Qubra, yang berisi fatwa-fatwa dan jawaban
Imam Malik atas berbagai persoalan.[6]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR
PUSTAKA
Es-Shobirien HmI, Tajus. 2011. “POLA-POLA DASAR ISTINBATH HUKUM EMPAT IMAM MAZHAB”. http://tajussobirien.blogspot.com/p/pola-pola-dasar-istinbath-hukum-empat.html. (diakses 13 Maret 2014).
Hariono, Nanang, 2013. “Sem 3 - Ibadah - Makalah Madzhab-Madzhab Fiqh Islam dan
Metode Fiqhnya: • Hanafi • Hambali • Maliki • Syafi’I”. http://nananghariyono.blogspot.com/2013/01/sem-3-ibadah-makalah-madzhab-madzhab.html. (diakses 14 Maret 2013).
Tim Penyusun MKD UINSA
Surabaya. 2013. AKHLAK TASAWUF.
Surabaya: UINSA Press.
Sudarto, Aye. 2013. “MAZHAB
HANAFI DAN MALIKI: DALAM HUKUM ISLAM DAN PENGARUHNYA DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI
ISLAM”. http://masdarrto.blogspot.com/2013/12/mazhab-hanafi-dan-maliki-dalam-hukum_2.html. (diakses 14 Maret
2014).
[1]
Tim Penyusun MKD UINSA Surabaya, Akhlak
Tasawuf (Surabaya: UINSA Press,
2013) h.172
[2] TAJUS ES-SHOBIRIEN HmI, “POLA-POLA DASAR ISTINBATH HUKUM EMPAT IMAM
MAZHAB”, TAJUS ES-SHOBIRIEN HmI, diakses dari http://tajussobirien.blogspot.com/p/pola-pola-dasar-istinbath-hukum-empat.html, pada
tanggal 13 Maret 2014 pukul 15.00.
[3]
Tim Penyusun MKD UINSA Surabaya, Akhlak
Tasawuf (Surabaya: UINSA Press,
2013) h. 187
[4] Aye Sudarto, “MAZHAB HANAFI
DAN MALIKI: DALAM HUKUM ISLAM DAN PENGARUHNYA DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI
ISLAM”, MAS DARTO, diakses dari http://masdarrto.blogspot.com/2013/12/mazhab-hanafi-dan-maliki-dalam-hukum_2.html, pada
tanggal 14 Maret 2014 pukul 15.00.
[5] Nanang Hariono, “Sem 3 - Ibadah - Makalah Madzhab-Madzhab Fiqh
Islam dan Metode Fiqhnya: • Hanafi • Hambali • Maliki • Syafi’I”, NANANG
HARIYONO, di akses dari http://nananghariyono.blogspot.com/2013/01/sem-3-ibadah-makalah-madzhab-madzhab.html, pada tanggal 14 Maret 2013 pukul
15.20.
[6]
Ibid.
1 komentar:
keterbukaan Islam telah memberikan ruang untuk terus mengakomodasi kemoderenan dan keglobalan? Tel U
Posting Komentar