BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejarah
Agama menunjukkan bahwa kebahagiaan yang ingin dicapai dengan menjalankan
Syari’ah agama itu hanya dapat terlaksana dengan adanya akhlak yang baik.
Kepercayaan yang hanya berbentuk pengetahuan tentang keesaan Tuhan, ibadah yang
dilakukan hanya sebagai formalitas belaka, semua bukanlah merupakan jaminan
untuk tercapainya kebahagiaan tersebut.
Timbulnya
kesadaran akhlak dan pendirian manusia terhadapnya adalah pangkalan yang
menentukan corak hidup manusia. Etika, moral dan susila adalah pola tindakan
yang didasarkan nilai mutlak kebaikan.
Dalam
makalah ini kami akan mencoba menguraikan secara jelas hubungan antara Etika,
Moral dan Susila, serta pengertian baik buruk dan penentuannya.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian dari Etika,
Moral, dan Susila ?
2.
Apa Persamaan dan Perbedaan Akhlak
dengan Etika, Moral, dan Susila?
3.
Apa Hubungan antara Akhlak
dengan Etika, Moral, dan Susila?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Pengertian dari Etika, Moral, dan Susila ?
2. Mengetahui Persamaan dan Perbedaan Akhlak dengan Etika, Moral, dan
Susila?
3. Mengetahui Hubungan antara Akhlak dengan Etika, Moral, dan Susila?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN AKHLAK, ETIKA, MORAL
DAN SUSILA
A.
Akhlak
Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh
suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatuperbuatan yang baik. Akhlak merupakan bentuk
jamak dari kata khuluk,
berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku,
atau tabiat.
Tiga pakar di bidang akhlak
yaitu Ibnu
Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad Amin menyatakan bahwa akhlak adalah
perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik
tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.
Kata akhlak
diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang tidak
cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja.
Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari
dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi
pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan
untuk berbuat. Apabila perbuatan
tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah pencerminan dari akhlak.
Akhlak dibagi
menjadi dua yaitu akhlak baik dan akhlak buruk.
a) Akhlak Baik (Al-Hamidah)
1. Jujur
(Ash-Shidqu)
2.
Berprilaku baik (Husnul Khuluqi)
3. Malu
(Al-Haya')
4.
Rendah hati (At-Tawadlu')
5. Murah
hati (Al-Hilmu)
6. Sabar
(Ash-Shobr)
b) Akhlak Buruk (Adz-Dzamimah)
1. Mencuri/mengambil bukan haknya
2. Iri hati
3. Membicarakan kejelekan orang lain
(bergosip)
4. Membunuh
5. Segala bentuk tindakan yang tercela dan
merugikan orang lain ( mahluk lain)[1]
B.
Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata 'etika' yaitu ethossedangkan bentuk
jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu: tempat
tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak,
perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan
arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang
melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk
menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa
dilakukanatau ilmu tentang
adat kebiasaan (K.Bertens,
2000).
Biasanya bila kita mengalami kesulitan
untuk memahami arti sebuah kata maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam
kamus. Tetapi ternyata tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata
secara lengkap. Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang dilakukan
oleh K. Bertens terhadap arti kata 'etika' yang terdapat dalam
Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama
(Poerwadarminta, sejak 1953 - mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : "ilmu pengetahuan tentang
asas-asas akhlak (moral)". Sedangkan
kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 - mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang
buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak);
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan
dengan akhlak;
3. Nilai mengenai benar dan salah yang
dianut suatu golongan atau masyarakat.
Dari perbadingan kedua kamus tersebut
terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama hanya terdapat satu
arti saja yaitu etika sebagai ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru
memuat beberapa arti. Kalau kita misalnya sedang membaca sebuah kalimat di
berita surat kabar "Dalam
dunia bisnis etika merosot terus" maka
kata ‘etika’ di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus
Bahasa Indonesia yang lama tersebut tidak cocok karena maksud dari kata ‘etika’
dalam kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu melainkan‘nilai mengenai
benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat’. Jadi arti kata
‘etika’ dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap.
K. Bertens berpendapat bahwa arti kata
‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan
susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar
daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut :
1. Nilai dan norma moral yang menjadi pegangan
bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya.
Misalnya, jika orang berbicara tentang etika
orang Jawa, etika
agama Budha,
etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika
sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini
bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.
2. Kumpulan
asas atau nilai moral.
Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik
3. Ilmu
tentang yang baik atau buruk.
Etika baru menjadi ilmu bila
kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang
dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan
sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian
sistematis dan metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral.[2]
C. Moral
Kata Moral berasal dari kata latin “mos” yang berarti kebiasaan. Moral berasal dari Bahasa Latin yaitu Moralitas adalah istilah manusiamenyebut ke manusia atau orang
lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak
memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki
nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang
harus dimiliki oleh manusia.
Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses
sosialisasi individu tanpa moral
manusia tidak bisa melakukan prosessosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit
karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut
pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus
mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai
ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap
moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah
perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia.
apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di
masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan
masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga
sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Moral juga dapat diartikan sebagai sikap,
perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba
melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara hati, serta nasihat,
dll.
Menurut Immanuel Kant,
moralitas adalah hal kenyakinan dan sikap batin dan bukan hal sekedar
penyesuaian dengan aturan dari luar, entah itu aturan hukum negara, agama atau
adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan bahwa, kriteria mutu moral seseorang
adalah hal kesetiaannya pada hatinya sendiri.Moralitas adalah pelaksanaan kewajiban karena
hormat terhadap hukum, sedangkan hukum itu sendiri tertulis dalam hati manusia.
Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa yang dalam hati
disadari sebagai kewajiban mutlak.
Adapun pengertian moral dalam kamus filsafat
dapat dijabarkan sebagai berikut:
a)
Menyangkut kegiatan-kegiatan yang dipandang baik atau buruk, benar
atau salah, tepat atau tidak tepat.
b)
Sesuai dengan kaidah-kaidah yang diterima, menyangkut apa yang
dianggap benar, baik, adil dan pantas.
c)
Memiliki:
·
Kemampuan untuk diarahkan oleh (dipengaruhi oleh) keinsyafan benar
atau salah.
·
Kemampuan untuk mengarahkan (mempengaruhi) orang lain sesuai dengan
kaidah-kaidah perilaku nilai benar dan salah.
D. Susila
Susila atau kesusilaan
berasal dari kata susila yang mendapat awalan ke dan akhiran an. Kata tersebut
berasal dari bahasa Sansekerta,
yaitu Su dan Sila.
Su berarti baik, bagus dan Sila berarti dasar, prinsip, peraturan hidup atau
norma.
Kata Susila selanjutnya digunakan
untuk arti sebagai aturan hidup yang lebih baik. Orang yang susila adalah orang
yang berkelakuan baik, sedangkan orang yang a susila adalah orang yang
berkelakuan buruk. Pada pelaku Zina (pelacur) misalnya sering diberi gelar
sebagai Tuna Susila.
Selanjutnya kata susila dapat pula
berarti sopan, beradab, baik budi bahasanya. Dan kesusilaan sama dengan
kesopanan. Dengan demikian kesusilaan lebih mengacu kepada upaya membimbing,
memandu, mengarahkan, membiasakan dan memasyarakatkan hidup yang sesuai dengan
norma atau nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Kesusilaan menggambarkan
keadaan dimana orang selalu menerapkan nilai-nilai yang dipandang baik.
Sama halnya dengan moral, pedoman
untuk membimbing orang agar berjalan dengan baik juga berdasarkan pada
nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat dan mengacu kepada sesuatu yang
dipandang baik oleh masyarakat.[4]
2.
PERSAMAAN ANTARA AKHLAK, ETIKA, MORAL, DAN SUSILA.
Akhlaq,
Etika, Moral , dan Susila secara konseptual memiliki makna yang berbeda, namun
pada aras praktis, memiliki prinsip-prinsip yang sama, yakni sama-sama
berkaitan dengan nilai perbuatan manusia. Seseorang yang sering kali
berkelakuan baik kita sebut sebagai orang yan berakhlaq, beretika, bermoral,
dan sekaligus orang yang mengerti susila. Sebaliknya, orang yang perilakunnya
buruk di sebut orang yang tidak berakhlaq, tidak bermoral, tidak tahu etika
atau orang yang tidak berasusila. Konotasi baik dan buruk dalam hal ini sangat
bergantung pada sifat positif atau negative dari suatu perbuatan manusia
sebagai makhluk individual dalam komunitas sosialnya.
Dalam
perspektif agama, perbuatan manusia didunia ini hanya ada dua pilihan yaitu
baik dan benar. Jalan yang di tempuh manusia adalah jalan lurus yang sesuai
dengan petunjuk ajaran agama dan keyakinannya, atau sebaliknya, yakni jalan
menyimpang atau jalan setan, kebenaran atau kesesatan. Itu sebuah logika binner
yang tidak pernah bertemu dan tidak pernah ada kompromi. Artinya, tidak boleh
ada jalan ketiga sebagai jalan tengah antara keduanya. Keempat istilah tersebut
sama-sama mengacu pada perbuatan manusia yang selanjutnya ia diberikan
kebebasan untuk menentukan apakah mau memilih jalan yang berniai baik atau
buruk, benara atau salah berdasarkan kepeutusannya. Tentu saja, masing-masing
pilihan mempunyai konsekuensi berbeda.
Ditinjau
dari aspek pembentukan karakter, keempat istilah itu merupakan suatu proses
yang tidak pernah ada kata berhenti di dalamnya. Proses itu harus terus-menerus
di dorong untuk terus menginspirasi terwujudnya manusia –manusia yang memiliki
karakter yang baik dan mulia, yang kemudian terefleksikan ke dalam bentuk
perilaku pada tataran fakta empiric di lapangan sosial dimana manusia tinggal.
Kesadaran terhadap arah yang positif ini menjadi penting ditanamkan, agar
supaya tugas manusia sebagai khalifatullah fi al-ardi menjadi kenyataan sesuai
titah Allah swt. Bukankah Allah telah membekali manusia berupa sebuah potensi
fitri, jika manusia mampu memeliharanya, maka ia akan mencapai drajad yang
lebih mulia dari pada malaikat. Sebaliknya, jika tidak mampu, maka ia akan
jatuh ke posisi drajad binatang dan
bahkan lebih sesat lagi. Inilah di antara argumentasinya, bahwa betapa perilaku
manusia itu harus senatiasa dibina, di bombing, di arahkan bahkan harus di
control melalui regulasi-regulasi, agar supaya manusia selalu berada di jalan
yang benar dan lurus. Untuk mewujudkan cita-cita luhur itu, memang dibutuhkan
suatu proses yang panjang sekaligus dengan cost yang tidak sedikit.
3.
PERBEDAAN ANTARA AKHLAK DENGAN ETIKA, MORAL, DAN SUSILA.
Berdasarkan
paparan di atas, maka secara formal perbedaan keempat istilah tersebut adalah
antara lain sebagai berikut:
1)
Etika bertolak ukur pada akal
pikiran atau rasio.
2)
Moral tolak ukurnya adalah
norma-norma yang berlaku pada masyarakat.
3)
Etika bersifat pemikiran
filosofis yang berada pada tataran konsep atau teoritis.
4)
Pada aras aplikatif, etika
bersifat lokalitas dan temporer sesuai consensus, dengan demikian dia disebut
etiket (etiqqueta), etika praksis, atau dikenal juga dengan
adab/tatakrama/tatasusila.
5)
Moral berada pada dataran
realitas praktis dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang dalam
masyarakat.
6)
Etika di pakai untuk pengkajian
system nilai yang ada.
7)
Moral yang di ungkapkan dengan
istilah moralitas di pakai untuk menilai suatu perbuatan.
8)
Akhlaq berada pada tataran
aplikatif dari suatu tindakan manusia dan bersifat umum, namun lebih mengacu
pada barometer ajaran agama. Jadi, etika islam (termasuk salah satu dari
berbagai etika relegius yang ada) itu tidak lain adalah akhlaq itu sendiri.
9)
Susila adalah prinsip-prinsip
yang menjadi landasan berpijak masyarakat, baik dalam tindakan maupun dalam
tata cara berpikir, berdasarkan kearifan-kearifan local.
10)
Akhlaq juga berada pada level
spontanitas-spesifik, karena kebiasaan individual/ komunitas yang dapat disebut
dengan “Adab” , seperti adab encari ilmu, adab pergaulan keluarga dan
lain-lain.[5]
4.
HUBUNGAN ETIKA, MORAL DAN SUSILA, DENGAN AKHLAK
Dilihat dari fungsi dan perannya, secara substansial
dapat dikatakan bahwa etika, moral, susila dan akhlak adalah identik, yaitu sama-sama
mengacu kepada manusia baik dari aspek perilaku ataupun pemikiran khususnya
pada penentuan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia
untuk ditentukan baik-buruknya. Kesemua istilah tersebut sama-sama menghendaki
terciptanya keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman, damai dantenteram
sehingga sejahtera batiniah dan lahiriah. Peranan Etika, Moral, Susila, dan
Akhlak sangat penting bagi pembentukan karakter individu maupun masyarakat.
Perbedaan antara etika, moral dan susila dengan akhlak
adalah terletak pada sumber yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan
buruk. Jika pada etika penilaian baik buruk berdasarkan pendapat akal pikiran,
dan pada moral dan susila berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum dimasyarakat,
maka pada akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik dan buruk itu
adalahal-qur’an dan al-hadis.
Perbedaan lain antara etika, moral dan susila terlihat
pada sifat dan kawasan pembahasannya. Jika etika lebih banyak bersifat
teoritis, maka moral dan susila lebih banyak bersifat praktis. Etika memandang
tingkah laku manusia secara umum, sedangkan moral dan susila bersifat lokal dan
individual. Etika menjelaskan ukuran baik-buruk, sedangkan moral dan susila
menyatakan ukuran tersebut dalam bentuk perbuatan.
Namun demikian etika, moral, susila dan akhlak tetap
saling berhubungan dan membutuhkan. Uraian diatas menunjukkanengan jelas bahwa
etika, moral dan susila berasal dari produk rasio dan budaya masyarakat yang
secara selektif diakui sebagai yang bermanfaat dan baik bagi kelangsungan hidup
manusia. Sementara akhlak berasal dari wahyu, yakni ketentuan yang berasal
petunjuk al-qur’an dan hadis. Dengan kata lain, jika etika, moral dan susila
berasal dari manusia, sedangkan akhlak dari Tuhan.
Dengan demikian keberadaan etika, moral dan susila
sangat dibutuhkan dalam rangka menjabarkan dan mengoperasionalisasikan
ketentuan akhlak yang berada di dalam agama khususnya pada Al-Qur’an dan
Al-Hadits. Disinlah letak peranan dari etika, moral dan susila terhadap akhlak.
Pada sisi lain akhlak juga berperan untuk memberikan batasan-batasan umum dan
universal, agar apa yang dijabarkan dalam etika, moral dan susila tidak
bertentangan dengan nilai-nilai yang luhur dan tidak membawa manusia menjadi
sesat (tetap pada koridor humanis).
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
Kesimpulan
Akhlak bertujuan
hendak menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna dan
membedakan dengan makhluk makhluk yang lain. Etika dan moral memiliki
perbedaan, yaitu: kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai
perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau
rasio, sedangkan dalam pembicaran moral tolak ukur yang digunakan adalah
norma-norma yang berkembang dan berfungsi di masyarakat. Dengan demikian etika
lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam dataran konsep-konsep.
Kesadaran moral dapat juga berwujud rasional dan obyektif, yaitu suatu
perbuatan yang secara umum dapat diterima oleh masyarakat. Etika, moral, susila
dan akhlak sama, yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang
dilakukan manusia untuk ditentukan baik buruknya. Kesemua istilah tersebut sama
sama menghendaki terciptanya keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman,
damai, dan tentram sehingga sejahtera batiniah dan lahiriahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Jabbar. 2013. Etika
Sebagai Tinjauan. http://jabbarspace.blogspot.com/2013/10/etika-sebagai-tinjauan.html.
(diakses 15 Maret 2014)
Loudy. 2011. Pengertian
Moral. http://loudy92.wordpress.com/2011/03/12/pengertian-moral/.
(diakses 15 Maret 2014)
Wardani, Oktavia. 2010. Etika, Moral dan Susila. http://oktaviawardani.blogspot.com/2013/05/etika-moral-dan-susila.html.
(diakses 15 Maret 2014)
Tim Penyusun MKD UINSA Surabaya. 2013. AKHLAK TASAWUF. Surabaya: UINSA Press.
Wikipedia Bahasa Indonesia. 2014. AKHLAK. http://id.wikipedia.org/wiki/Akhlak. (diakses 15 Maret 2014)
[1] Wikipedia Bahasa
Indonesia, “Akhlak”, Wikipedia, diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Akhlak, pada tanggal 15 Maret 2014 pukul 15.26.
[2] Jabbar, “Etika Sebagai Tinjauan”, Ruang Kecil, diakses dari http://jabbarspace.blogspot.com/2013/10/etika-sebagai-tinjauan.html,
pada tanggal 15 Maret pukul 15.28.
[3] Loudy, “Pengertian Moral”, Sumber Informasi Untuk Kita, diakses
dari http://loudy92.wordpress.com/2011/03/12/pengertian-moral/,
pada tanggal 15 Maret 2014 pukul 15.32.
[4] Oktavia Wardani, “Etika, Moral dan Susila”, OkthaRhaveniaChryil,
diakses dari http://oktaviawardani.blogspot.com/2013/05/etika-moral-dan-susila.html,
pada tanggal 15 Maret 2014 pukul 15.35.
[5] Tim Penyusun MKD UINSA Surabaya, Akhlak Tasawuf (Surabaya:
UINSA Press, 2013) h.65-67
6 komentar:
Makasi mbak thifa, blognya membantu tugas kuliah saya 😁
TERIMAKASIH GAN, Sangat membantu saya
saya sangat setuju banget adanya aplikasi vtube. krn utk bersama
Iya sama² kak
Iya sama² kak
Maaf saya ingin bertanya.
Tadi ad di jelaskan kalau Pada sisi lain akhlak juga berperan untuk memberikan batas-batas umum dan universal, agar apa yang dijabarkan dalam etika, moral, dan susila tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang luhur dan tidak membawa manusia menjadi sesat. Nah, apa saja batas-batas umum tersebut dan bagaimana contohnya dalam kehidupan sehari-hari??
Terima kasih
Posting Komentar